MANAJEMEN APARATUR PEMERINTAH DAERAH
Mengapa
Harus Dilakukan Manajemen Aparatur?
Sumber daya manusia merupakan sumber
daya terpenting dalam organisasi, karena hanya SDM yang mampu menggerakkan
sumber daya organisasi yang lain untuk mencapai visi, misi dan tujuan
organisasi. Tinggi atau rendahnya kinerja SDM dalam melaksanakan tugas
jabatannya sangat mempengaruhi kinerja organisasi dalam upaya mewujudkan visi,
misi dan tujuan organisasi. Peran strategis SDM inilah yang mengharuskan semua
organisasi, baik privat maupun publik untuk mengelola SDM-nya agar berkinerja
tinggi.
Demikian halnya dengan Pemerintah
Daerah, agar visi, misi dan tujuan Pemerintah Daerah lebih mungkin untuk
dicapai, maka Pemerintah Daerah sangat penting untuk melakukan manajemen
aparatur. Manajemen Aparatur ini dilakukan untuk mengupayakan agar aparatur
yang ada mampu melaksanakan tugas jabatannya dengan kinerja yang tinggi. Dengan
demikian, manajemen aparatur yang dilakukan berfokus pada penyediaan SDM yang
berkompeten dalam melaksanakan tugas jabatannya.
Sistem
Manajemen Aparatur
Manajemen
aparatur pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan Undang undang Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Peraturan
perundang-undangan tersebut menyatakan bahwa Manajemen Aparatur dilakukan
berdasarkan sistem merit yaitu kebijakan dan manajemen aparatur yang
berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar
dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal
usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.
Sistem
merit merupakan anti tesis atas sistem manajemen aparatur sebelumnya, yaitu sistem
karir. Sistem karir ini mengedepankan masa kerja, sehingga kebijakan manajemen
aparatur mengutamakan mereka yang memiliki masa kerja lebih banyak. Pada sistem
karir ini kualifikasi, kompetensi dan kinerja bukan merupakan faktor utama
untuk mengambil keputusan. Seiring dengan perkembangan masyarakat yang menuntut
pelayanan yang terbaik, maka sangat penting menempatkan pegawai pada jabatan
yang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki agar lebih menjamin pelaksanaan
tugas yang lebih baik. Oleh karena itu, sistem merit merupakan pilihan yang
tepat sebagai dasar manajemen aparatur.
Konsekuensi
Sistem Merit
Sistem
merit dimaksudkan agar terpenuhi prinsip the right man on the right job yaitu
menempatkan orang yang tepat pada jabatan yang tepat artinya menempatkan
seorang pegawai (aparatur) pada jabatan yang tepat yang memiliki kesesuaian
antara kompetensi yang dipersyaratkan untuk mengemban jabatan dengan kompetensi
yang dimiliki pegawai yang mengemban jabatan tersebut. Oleh karena itu, mutlak
adanya nama-nama jabatan yang ada di setiap organisasi perangkat daerah (OPD di
seluruh Pemerintah Daerah). Jadi kegiatan awal untuk menerapkan sistem merit
adalah mengidentifikasi jabatan-jabatan yang diperlukan oleh sebuah OPD agar
tugas pokok dan fungsi OPD tersebut dapat berjalan dengan baik.
Teridentifikasinya
seluruh jabatan yang dibutuhkan saja tidak cukup tetapi dalam setiap jabatan
harus dilengkapi dengan beberapa hal sebagai kelengkapan pelaksanaan sistemn
merit, diantaranya :
1.
Standar
kompetensi jabatan
Yaitu kompetensi
yang diperlukan oleh pegawai yang mengemban jabatan tersebut agar jabatan
tersebut dapat dilaksanakan dengan baik.
2.
Produk
utama yang dihasilkan oleh jabatan tersebut
Hal ini penting
agar setiap orang yang akan menduduki jabatan tersebut memahami apa yang harus
dihasilkan dalam melaksanakan tugas jabtan tersebut, sehingga pelaksana tugas
akan lebih focus pada hasil. (Setiap jabatan harus berorientasi pada hasil
nyata).
3.
Keterkaitan
jabatan dengan visi, misi, dan tujuan pemerintah daerah
Pemerintash
Daerah merupakan sebuah unit tunggal yang disusun atas sub unit yang berupa OPD
dan lebih lanjut sub sub unitnya adalah bidang dan akhirnya unsurnya adalah
jabatan. Oleh karena itu, sangat penting untuk menarik keterkaitan antar unsur
dan akhirnya antar sub sub unit serta sub unit sehingga mengarah pada visi,
misi dan tujuan pemerintah daerah. Dengan demikian hal ini diperlukan untuk
melihat peran dan posisi jabatan dalam rangkaian pencapaian visi, misi dan
tujuan tersebut. Bentuk konkritnya adalah keterkaitan hubungan kerja antar
jabatan baik hubungan koordinasi maupun konsultasi. Hal ini akan memperjelas
bahwa output suatu jabatan bisa jadi merupakan input dari jabatan yang lain.
4.
Standar
kinerja jabatan
Hal ini
dimaksudkan agar pengemban jabatan tahu persis apa yang dikehendaki dengan
adanya jabatan tersebut. Produk yang dihasilkan dikatakan baik itu produk yang
bagaimana serta perilaku kerja yang baik dan harus dilakukan dalam melaksanakan
tugas jabatan adalah perilaku yang bagaimana pula. Dengan adanya standar
kinerja jabatan seorang pejabat akan paham perilaku yang harus dilakukan dan
karakteristik produk yang dihasilkannya.
Kamus Kompetensi
Berdasarkan
standar kompetensi jabatan yang telah tersusun, maka selanjutnya dilakukan inventarisasi
jenis kompetensi guna menyusun Kamus Kompetensi di Lingkungan Pemerintah
Daerah. Kamus ini berisi tingkatan (level) kompetensi yang bersangkutan beserta
definisinya, sehingga seluruh stakeholder memiliki pemahaman yang sama terhadap
suatu jenis kompetensi.
Kamus
kompetensi ini akan mempermudah melaksanakan pengembangan kompetensi yang
mengarah pada pengembangan karir pegawai. Kamus kompetensi ini akan sangat
membantu apabila Pemerintah Daerah akan menyusun pola karir pegawai.
Penyusunan
Profil Pegawai
Setelah
diketahui seluruh jabatan yang dibutuhkan beserta kelengkapannya termasuk
standar kompetensi jabatan agar Pemerintah Daerah bisa berjalan dengan baik
dalam mencapai visi misi dan tujuannya, maka selanjutnya menepatkan setiap
pegawai pada jabatan-jabatan yang ada, yang telah diidentifikasi tersebut.
Penempatan
pegawai pada jabatan-jabatan tersebut tidak bisa ditempatkan secara
sembarangan, karena masing-masing jabatan telah memiliki persyaratan yang
ditetapkan bagi pejabat yang akan menduduki jabatan tertentu. Oleh karena itu,
perlu dilihat keseuaian kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing pegawai dengan
kompetensi jabatan yang dipersyaratkan. Agar diketahui kompetensi masing-masing
pegawai, maka perlu dilakukan pengukuran kompetensi. Hasil pengukuran kmpetensi
yang berupa data base kompetensi pegawai akan sangat memudahkan penempatan
pegawai dengan membandingkan standar kompetensi dengan kompetensi yang dimiliki
masing-masing pegawai. Jika tidak terdapat standar kompetensi yang sepenuhnya
terpenuhi, setidaknya bisa dipilih pegawai yang memiliki kecocokan kompetensi
yang terbesar, sehingga gap kompetensinya sangat minimal. Yang nantinya bisa
saja diupayakan menutup gap ini dengan berbagai macam metode yang salah satunya
dengan pendidikan dan pelatihan.
Kompetensi
sebagai karakteristik dan kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas
pekerjaan jabatannya tidaklah bersifat statis, sangat mungkin berkembang. Oleh
karena itu, pengukuran kompetensi yang dilakukan untuk pertma kali ini perlu
dijaga datanya dan dimungkinkan untuk direvisi sesuai perkembangan kompetensi
yang dimiliki oleh masing-masing pegawai. Dengan demikian, maka sangat penting
menyimpan data base kompetensi dalam suatu Profil Pegawai.
Profil
Pegawai ini agar semakin lengkap dan dapat digunakan sebagai basis data untuk
pengambilan kebijakan terkait dengan pegawai yang bersangkutan, maka perlu
dilengkapi data kepegawaian lainnya yang tersimpan dalam sistem informasi
kepegawaian.
Penempatan Kembali
Pegawai
Penempatan
pegawai lebih tepatnya penempatan kembali pegawai dilakukan dengan mencocokkan
antara standar kompetensi jabatan dengan kompetensi masing-masing pegawai yang
sudah terekam dalam profil pegawai, sehingga pegawai ditempatkan pada jabatan
yang paling cocok dengan kompetensi yang dimilikinya.
Penempatan
kembali pegawai ini sangat mungkin seorang pegawai ditempatkan dalam jabatan
yang berbeda dengan jabatan yang lama, karena harus menyesuaikan dengan
kompetensi yang dimiliki. Namun agar tidak timbul gejolak dan penolakan yang
besar terhadap upaya penataan manajemen aparatur, maka sedapat mungkin
penempatan kembali dfilakukan pada level jabatan (kelas jabatan) yang sama
dengan jabatan sebelumnya meskipun jabatan yang baru berbeda dengan jabatan
yang lama.
Jika
pada jabatan baru belum semua standar kompetensi jabatan dapat dipenuhi, maka
diberikan waktu untuk segera memenuhi standar kompetensi dengan mengikuti
diklat berbasis kompetensi.
Perencanaan
Kebutuhan
Setelah
menempatkan kembali seluruh pegawai, maka ada dua kemungkinan terjadi
kekurangan pegawai atau kelebihan pegawai jika dibandingkan dengan seluruh
jabatan yang seharusnya ada. Dua hal ini mengharuskan Pejabat Pembina
Kepegawaian mengambil langkah dan kebijakan yang berbeda.
Jika
terjadi kekurangan pegawai, maka perlu dilakukan perencanaan rekruitmen pegawai
baik rekruitmen internal maupun rekruitmen eksternal.
Rekruitmen
internal adalah mengisi jabatan yang kosong dengan pegawai yang ada, baik dari
satu OPD maupun dari OPD lain. Rekruitmen internal ini untuk mengisi jabatan
pada level yang lebih tinggi dengan pejabat yang levelnya lebih rendah. Jabatan
pimpinan tinggi diisi dari jabatan administrator, yang menurut peraturan yang
berlaku harus diisi dengan sistem seleksi terbuka. Kemudian, jabatan administrator
diisi dari pejabat administrator yang lain dengan kelas jabatan yang lebih
rendah atau dari jabatan pengawas. Demikian pula jabatan pengawas diisi dari
pejabat pengawas lain yang kelas jabatan pengawasanya lebih rendah atau dari
pejabat fungsional umum.
Setelah
rekruitmen internal selesai dilakukan, maka teridentifikasi jabatan fungsional
umum yang kosong yang akan diisi melalui rekruitmnen CPNS. Rekruitmen CPNS
inilah yang disebut sebagai rekruitmen eksternal, yaitu mengambil orang dari
luar Pemerintah Daerah untuk mengisi jabatan dalam pemerintahan daerah. Jabatan
yang kosong inilah yang menjadi formasi pegawai yang merupakan rencana
kebutuhan pegawai.
Pola Karir
Penempatan
pegawai dalam suatu jabatan yang memiliki kesesuaian antara kompetensi pegawai
dengan standar kompetensi jabatan merupakan salah satu pendekatan sebagai upaya
untuk membantu pegawai mewujudkan kinerja yang tinggi. Namun demikian, kinerja
yang tinggi sangat didorong hal-hal; yang bersifat intrinsic dari dalam diri
pegawai, seperti minat. Oleh karena itu, dalam penempatan pegawai, disamping
kompetensi, sangat penting untuk memperhatikan keseuaian pekerjaan jabatan
dengan minat pegawai.
Mekanisme
untuk mengakomodir minat pegawai terhadap jenis pekerjaan dilakukan melalui penyusunan
Pola Karir. Setiap orang tentunya memiliki keinginan, cita-cita atau minat
untuk menduduki jabatan karir tertinggi yang mungkin ia capai. Oleh karena itu,
sejak dini seseorang akan mengarahkan karirnya ke jabatan atau posisi yang
dicita-citakan. Pola karir ini berisi jalan karir yang bisa ditempuh seseorang
untuk menduduki jabatan tersebut, yang tentunya jalan menuju posisi tersebut
cukup beragam dan mulai dari posisi jabatan terendah yang mana saja. Dengan
demikian pegawai akan memilih jalur yang paling ia minati dan kuasai.
Dalam
jenjang jabatan ASN, semakin tinggi jenjangnya, dalam melaksanakan
pekerjaannya, kompetensi manajerial lebih banyak dibutuhkan, sedangkan semakin
rendah jenjangnya kompetensi teknis porsinya lebih besar. Karena semakin tinggi
jenjangnya semakin besar unit kerja kerja yang dipimpin dan pekerjaannya lebih
mengarah pada pengambilan kebijakan, sedangkan semakin rendah jenjangnya maka
pegawai akan menjadi pelaksana yang harus menguasai mutlak kompetensi teknis
pekerjaannya.
Disisi
lain, jenis-jenis pekerjaan jabatan yang ada pada seluruh lingkungan pemerintah
daerah sangatlah kompleks, sehingga dalam sisi teknis, pekerjaan tidak bisa
disamaratakan, ada jabatan teknis pembangunan, ada jabatan teknis pelayanan,
ada pula jabatan teknis pemerintahan dan juga jabatan teknis lainnya. Sehingga
secara teknis tidak semua jabatan dapat diduduki oleh semua jabatan yang
levelnya ada di bawahnya. Artinya seseorang yang menduduki jabatan fungsional
umum bisa menduduki jabatan pengawas apapun, demikian seseorang yang menduduki
jabatan pengawas tidak serta merta bisa menduduki jabatan administrator apapun,
demikian seterusnya. Hal ini berarti diperlukan perumpunan jabatan, sehingga
seseorang yang menduduki jabatan fungsional umum tertentu hanya bisa promosi
untuk menduduki jabatan yang serumpun.
Perumpunan
ini dilakukan berdasarkan kompetensi yang dibutuhkan oleh jabatan-jabatan
tersebut, sehingga jabatan-jabatan yang membutuhkan kompetensi hampir sama
dapat dikelompokkan dalam satu rumpun. Pola karir ini akan sangat menolong
seseorang yang memiliki minat untuk menduduki jabatan tertentu untuk
merencanakan pengembangan kompetensinya sesuai jalur karir yang dipilihnya.
Penilaian
Kinerja
Penilaian
kinerja merupakan hal penting yang harus dilakukan, karena hanya dengan
penilaian kinerja kontribusi seorang pegawai baik terhadap kinerja unit
kerjanya maupun Pemerintah Daerah dapat diukur. Instrumen penilaian kinerja ini
didasarkan pada standar kinerja jabatan sebagaimana disebutkan di depan.
Kinerja
jabatan ini diukur dari dua hal, yaitu produk kerja dan perilaku kerja pegawai.
Namun yang perlu diberikan penekanan bahwa kinerja individu ini harus terkait
erat dengan kinerja unit kerjanya, dan unit kerja di atasnya, yang akhirnya berpengaruh
terhadap kinerja Pemerintah Daerah.
Penilaian
kinerja ini sekaligus dapat digunakan sebagai sarana eval;uasi terhadap banyak
hal penempatan dalam jabatan khususnya untuk jabatan fungsional umum. Hal ini
dilakukan dengan melaporkan aktivitas pegawai dari jam ke jam sepanjang hari,
sehingga aktivitas harian pegawai dapat diketahui dan dengan membandingkan pada
diskripsi pekerjaan, maka dapat dilihat apakah seorang pegawai sudah sesuai
antara aktivitas hariannya dengan jabatan yang diembannya, apabila belum sesuai
maka bisa dialihkan pada jabatan yang perilaku kerja hariannya sama dengan
perilaku hartian pegawai tersebut. Tentunya hal ini akan berpengaruh pada kelas
jabatannya. Hal ini sekaligus dapat
untuk mengetahui jam kerja efektif masing-masing orang.
Penilaian
kinerja ini juga dapat dimanfaatkan untuk mengetahui pegawai yang rendah
kinerjanya dan setelah dilakukan evaluasi terhadap penyebab rendahnya kinerja
tersebut, maka akan dapat segera dilakukan tindakan sebagai upaya peningkatan
kinerja. Tindakan itu bisa berbentuk pengembangan kompetensi, mentoring atau
tindakan lainnya.
Sedangkan
atas dasar penilaian kinerja ini, maka bagi pegawai yang memiliki penilaian
kinerja tinggi dapat diberikan berbagai macam penghargaan, seperti promosi,
pengembangan kompetensi untuk pengembangan karir ke depan, tunjangan kinerja
dan penghargaan lainnya.
Pengembangan
Kompetensi
Pengembangan
kompetensi dapat dilakukan melalui berbagai macam cara seperti pendidikan dan
pelatihan, seminar, workshop, bimbingan teknis, penataran, sosiaisasi dan
kegiatan apapun bentuknya yang beryujuan meningkatkan kapasitas SDM aparatur
merupakan bentuk pengembangan kompetensi.
Pengembangan
kompetensi didasarkan pada kebutuhan yang dapat dilihat dari gap antara
kualifikasi jabatan dengan kompetensi pengemban jabatan (pejabatnya). Misalnya
dalam sebuah jabatan mensyaratkan 7 (tujuh) kompetensi, sedangkan pejabatnya
baru memenuhi 5 (lima) kompetensi, maka pejabat tersebut membutuhkan diklat
untuk 2 (dua) kompetensi yang belum dipenuhi. Atau jika dalam sebuah jabatan
dipersyaratkan kompetensi tertentu dengan level mahir, sedangkan pejabatnya
pada kompetensi tersebut masih pada level middle, maka pejabat tersebut
membutuhkan diklat kompetensi tersebut agar mencapai level mahir. Oleh karena
itu, pada akhir diklat akan dilakukan uji kompetensi, sehingga dapat menentukan
level kompetensi yang didiklatkan. Berdasarkan hal tersebut, maka sangat
penting untuk membuat skill metric untuk setiap jabatan, sehingga dengan mudah
dapat diketahui gap kompetensi untuk setiap pengemban jabatan.
Disamping
itu, kebutuhan pengembangan kompetensi dapat dilihat dari hasil penilaian
kinerja. Hasil penilaian kinerja yang rendah harus dilakukan evaluasi untuik
mengetahui penyebabnya, jika penyebabnya adalah tingkat kompetensi yang kurang,
maka pengembangan kompetensi perlu dilakukan terhadap pegawai yang berkinerja
rendah.
Hal
terpenting dalam kegiatan pengembangan kompetensi adalah ketika pegawai selesai
mengikuti program/kegiatan pengembangan kompetensi dan melaksanakan tugas
pekerjaan sehari-hari sebagai medan untuk mengimplementasikan kom petensinya.
Harapannya, setelah mengikuti pengembangan kompetensi, maka terdapat perubahan
perilaku dan peningkatan kinerja ketika melaksanakan tugas, karena hasil riil
seorang pegawai bukan ketika mengikuti pengembangan kompetensi tetapi ketika
melaksanakan pekerjaannya. Oleh karena itu sangat penting melakukan evaluasi
dampak atas pengembangan kompetensi terhadap perilaku dan hasil kerja alumni.
Pemberian
Penghargaan
Kinerja
pegawai, yang akhirnya mempengaruhi kinerja Pemerintah Daerah tidak hanya
dipengaruhi oleh pengetahuan yang tergambar pada standar kompetensi saja,
tetapi ada faktor yang jauh penting dan dominan dalam mewujudkan kinerja, yaitu
faktor motivasi.
Salah
satu yang mampu mendongkrak motivasi kerja pegawai adalah pemberian kompensasi
terhadap pegawai. Kompensasi yang bisa memberikan daya ungkit besar terhadap
kinerja adalah kompensasi yang dikaitkan langsung dengan kinerja. Misalnya bagi
pegawai yang berkinerja tinggi akan diberikan penghargaan berupa tunjuangan
penghasilan berbasis kinerja atau diberikan kesempatan untuk mengikuti
pengembangan kompetensi yang sesuai dengan minatnya untuk memenuhi standar
kompetensi jabatan yang diinginkannya. Atau diberikan kesempatan untuk
mengikuti seleksi terbuka atas pengisian jabatan pada kelas jabatan di atasnya,
dan sebagainya. Pendek kata terdapat perilaku yang adil bagi pegawai, dimana
perlakuan dan kesempatan yang diberikan kepada pegawai yang berkinerja tinggi
haruslah berbeda dengan perlakuan dan kesempatan yang diberikan kepada pegawai
yang berkinerja rendah.
Penghargaan
tidak selalu yang berbentuk kebijakan yang wah (mewah) yang melibatkan
penggunaan anggaran yang besar, namun bisa juga dilakukan dengan hal-hal kecil,
seperti mengumumkan kepada pegawai yang lain dalam berbagai bentuk, seperti
adanya benner, piala dan piagam, hadiah kecil, penggalungan rangakaian bunga di
lapangan upacara atau dalam bentuk lain kepada pegawai paling rajin misalnya
atau pegawai terbaik pada setiap minggu atau setiap bulan misalnya. Yang
penting pegawai lain tahu yang harapannya akan mendorong yang lain bekerja
keras untuk mendapatkan pengakuan tersebut. Dan jika dipandang perlu,
pengumuman tersebut bisa diakses oleh pelanggan yang dilayani sehingga muncul
rasa bangga pada diri pegawai yanhg terpilih.
Pemberian
Hukuman Disiplin
Pemberian
penghargaan bagi pegawai yang berkinerja tinggi saja tidaklah cukup, tetapi
mesti terdapat keseimbangan bagi mereka yang berkinerja di bawah target. Bagi
pegawai yang berperilaku melanggar disiplin dalam melaksanakan perilaku kerja,
misalnya melakukan pelanggaran SOP, maka selayaknya untuk dilakukan pembinaan
dan bila perlu diberikan hukuman disiplin.
Pemberian
hukuman disiplin ini harus jelas aturan atau regulasinya dan dijamin diketahui
oleh seluruh pegawai, dan sebelum dikenakan hukuman disiplin atau pemberian
surat peringatan diyakinkan bahwa pegawai mengetahui sebab atau perilaku
dirinya yang menyebabkan pegawai tersebut dikenai hukuman disiplin, sehingga
apabila diberikan hukuman disiplin pegawai akan dapat menerima dan mengetahui
dengan jelas bahwa dirinya layak untuk dijatuhi hukuman disiplin.
Tidak
sekedar penjatuhan hukuman disiplin semata, penjatuhan hukuman disiplin juga
diikuti dengan berbagai kebijakan yang mengurangi hak-hak kepegawaian yang
bersangkutan, sehingga untuk menjaga hak kepegawaian mereka, para pegawai akan
sekuat daya menghindari penjatuhan hukuman disiplin pada dirinya.
Jika
dipandang perlu, sebagaimana pemberian penghargaan, pemberian hukuman disiplin
juga diumumkan kepada seluruh pegawai dengan berbagai metode yang dapat
ditempuh, sehingga akan memberikan efek jera pada pegawai yang lain. Namun
berbeda dengan pemberian penghargaan, penjatuhan hukuman disiplin ini cukup
diketahui oleh pegawai yang lain tetapi harus dijaga agar tidak diketahui oleh
pelanggan sehingga kehormatan yang bersangkutan tetap terjaga di meta
pelanggan.
Yang Bertanggung
Jawab Terhadap Pekerjaan Manajemen Aparatur
Berdasarkan uraian di atas, nyatalah
bahwa pekerjaan yang ada pada manajemen aparatur Pemerintah Daerah tidak cukup
dilakukan oleh instansi tunggal yang membidangi kepegawaian, karena banyak hal
justru pekerjaan itu ada di OPD-OPD. Seperti adanya jabatan yang belum terisi
oleh pegawai, penilaian kinerja, penysunan kebutuhan pengembangan kompetensi,
dukungan kebijakan kepegawaian yang diperlukan OPD untuk pengembangan OPD ke
depan, evaluasi dampak pengembangan kompetensi, dan sebagainya hanya bisa
diketahui secara dini oleh OPD yang bersangkutan.
Disisi yang lain, kondisi pegawai
tidaklah statis tetapi sangat mungkin berkembang, dan perkembangannya ini perlu
mendapatkan respon dengan kebijakan kepegawaian guna menjaga motivasi kerja pegawai,
dan perkembangan ini hanya bisa diketahui dengan cepat oleh OPD yang
bersangkutan.
Demikian halnya dengan OPD, OPD tidaklah
statius tetapi dari waktu ke waktu berubah kebijakannya sebagai bentuk respon
dari tuntutan masyarakat, dan perubahan ini perlu mendapatkan dukungan dengan
kebijakan kepegawaioan tertentu. Hal-hal tersebut hanya mungkin diketahui oleh
OPD yang bersangkutan, sehingga keterlibatan OPD lain dalam manajemen aparatur
Pemerintah Daerah mutlak diperlukan. Sedangkan instansi yang membidangi
manajemen aparatur sebagai koordinator dan unit pembina saja. Bahkan secara
teori pekerjaan kepegawaian tersebut hanya 20% yang ada p[ada unit yang
membidangi kepegawaian, sedangkan 80% ada pada unit kerja pelaksana. Oleh
karena itu, unit kerja yang membidangi manajemen aparatur merupakan unit kerja
supporting. Namun, supporting-nya sampai pada tingkat manajemen strategi karena
kebijakan pengembangan organisasi ke depan pasti memerlukan dukungan strategi
kebijakan di bidang kepegawaian.
Berangkat dari hal tersebut, maka sangat
penting untuk melibatkan atasan langsung pegawai, kepala OPD, dan perangkat OPD
lainnya untuk ikut melaksanakan dan mengamankan kebijakan-kebijakan
kepegawaian. Tak akan mungkin unit kerja yang membidangi kepagawaian bergerak
sendiri melakukan pengelolaan kepegawaian tanpa dukungan unit kerja pelaksana.
Dengan demikian, perlu adanya pembagian
tugas yang jelas antara unit kerja yang membidangi manajemen aparatur dengan
unit kerja pelaksana.Hal ini ditentukan denganproduk pokok masing-masing OPD,
sehingga Pekerjaan yang menyangkut bidang manajemen aparatur merupakan produk pokok yang hanya
bisa dilakukan oleh OPD yang membidangi manajemen aparatur, sedangkan OPD yang
lain hanya boleh melakukan kegiatan yang terkait dengan produk utama mereka.
Jika OPD lain membutuhkan kegiatan kepegawaian, seperti pelatihan misalnya,
maka OPD lain hanya bisa mengusulkan kepada OPD yang membidangi manajemen
aparatur untuk memberikan pelatihan kepada pegawainya.
Hal ini berarti harus ada kerjasama yang
baik antara OPD yang membidangi manajemen kepegawaian dengan OPD lain sehingga
terwujud pegawai nyang berkinerja tinggi.
#hanyasebuahwacana
Komentar
Posting Komentar