POLEMIK CALON LEGISLATIF EKS NAPI KORUPSI
Pelaksanaan
pemilu legislatif masih jauh, namun saat ini sudah dimulai dengan pendaftaran
bakal calon legislatif. Hal ini berarti siapapun yang menghendaki untuk
mencalonkan diri, hari inilah perjuangan dimulai. Tahapan-tahapan ini barulah
tahapan awal yang akan tentunya akan lebih “seru” pada tahap-tahap berikutnya.
Namun demikian, pada tahap awal ini sudah terjadi acrobat-akrobat politik.
Hari-hari
ini halaman depan surat kabar nasional dipampangkan berita tentang Bawaslu yang
telah me;loloskan calon legislatif eks napi korupsi, bahkan tidak hanya satu
orang. Polemik pun terjadi, sebab KPU telah mengeluarkan peraturan yang
melarang eks napi korupsi sebagai calon legislatif, sedangkan Bawaslu
berpendapat bahwa meloloskan eks napi korupsi tidak bertentangan dengan
undang-undang pemilu karena dalam undang-undang pemilu tidak ada larangan satu
pun yterkait dengan eks napi korupsi. Undang-undang dan paraturan KPU ini masih
menjadi sengketa baik di tingkat Mahkamah Agung maupun Mahkamah konstitusi yang
hingga saat ini belum ada keputusannya. Alasan keputusan yang diambil baik oleh
KPU maupun Bawaslu didasarkan pada undang undang yang berlaku.
***
Kemudian
pertanyaannya, sebenarnya manakah tindakan yang lebih tepat, meloloskan eks
napi korupsi sebagai calon legislatif atau tidak?
Prinsip
pertama yang harus dipegang adalah baik KPU maupun Bawaslu bertanggung jawab
untuk penyelenggaraan Pemilu yang baik dan menjamin terwujudnya legislatif yang
mampu mewakili rakyat dengan kualitas yang baik. Dengan berpegang prinsip ini
tentunya menolak eks napi korupsi sebagai calon legislatif lebih tepat karena
akan menjamin anggota legislatif terpilih bebas dari tindak pidana korupsi yang
telah disepakati sebagai tindak kejahatan luar biasa.
Kemudian,
bagaimana dengan undang-undang yang berlaku yang menjadi pijakan hukum Bawaslu
untuk meloloskan eks napi karupsi sebagai calon legislatif.
Undang-undang
dibuat untuk mengakomodir kepentingan bersama, artinya jika undang undang itu
dipandang berpotensi merusak atau menimbulkan kemudhoratan, maka undang undang
itu harus diubah, entah dengan mekanisme apa, sebab keberadaannya sudah tidak
relevan lagi dengan tujuan penetapan undang undang tersebut.
Pertanyaan
lainnya, manusia itu bisa berubah, apakah tidak mungkin eks napi korupsi berubah
menjadi lebih baik. Toh mereka telah menjalani hukuman sebagai penebusan atas
dosa yang telah dilakukan.
Lembaga
legislatif senbagai lembaga yang strategis dalam menentukan kehidupan bangsa
ini ke depan haruslah dijamin bebas dari orang-orang yang menyelewengkan
kewenangannya, sehingga bagi mereka yang pernah menyelewengkan wewenang harus
membuktikan diri bahwa ia telah berupa tidak sekedar telah menjalani hukuman
sebagai bentuk penebusan dosanya.
Terlepas
dari itu semua, masyarakat Indonesia berharap, Pemilu nanti akan menghasilkan
lembaga legislatif yang jauh dari nuansa korup, sehingga pelarangan terhadap
eks napi korupsi sebagai calon legislatif pasti mendapatkan dukungan dari
masyarakat Indonesia. Hanya mereka yang berkepentingan terhadap pencalonan eks
napi korupsilah yang mendukung lolosnya eks napi korupsi sebagai calon
legislatif. Oleh karenanya, demi kebaikan bersama, seyogyanya Bawaslu meninjau
ulang keputusan untuk meloloskan eks napi korupsi jika mereka tidak ingin
dianggap berkepentingan meloloskan orang-orang tertentu.
#Onedayonepost
#TantanganMenulisSeptember #Day4
Komentar
Posting Komentar