CEGAH PERNIKAHAN DINI DEMI GENERASI MUDA LEBIH BAIK
Kita
dikejutkan dengan berita bahwa dua anak SMP di Bantaeng, Sulawesi Barat akan
melaksanakan pernikahan. Memang pernikahan merupakan hal biasa dan setiap hari
terjadi. Namun permasalahan di Bantaeng ini menjadi viral karena calon
mempelainya masih di bawah umur, yaitu mempelai laki-lakinya berusia 15 tahun
10 bulan dan perempuannya berusia 14 tahun 9 bulan. Berdasarkan undang-undang
nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan menyebutkan bahwa batas minimal usia
pernikahan adalah 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki. Memang
oleh Kantor Urusan Agama permohonan ini ditolak, namun pasangan ini
mengupayakan permohonan dispensasi kepada Pengadilan Agama dan dikabulkan.
Kejadian
itu bukan pertama kali yang diungkap oleh media, pada Juli 2017 di Bulukumba
telah terjadi pernikahan yang mempelai laki-lakinya berusia 13 tahun dan
mempelai perempuannya berusia 14 tahun. Ini belum seberapa jika kita mau
menelusuri kasus pernikahan dini yang tidak pernah diungkap media. Di banyak
daerah sebagian besar ada di desa, pernikahan dini bukanlah hal aneh.
Banyak
hal yang menyebabkan pernikahan dini dilakukan dan disetujui oleh orang tua
kedua calon mempelai. Penyebab tersebut adalah kurangnya pengetahuan bahaya
pernikahan dini, kemiskinan, dan alasan religius.
Tidak
semua orang tahu bahwa pernikahan dini menyumbangkan tingkat kematian ibu
melahirkan tertinggi. Juga pengetahuan tentang kesehatan reproduksi membutuhkan
kematangan usia. Pengetahuan-pengetahuan terkait bahaya pernikahan dini sangat
penting disosialisasikan sebagai upaya pencegahannya.
Pada
keluarga miskin, pernikahan merupakan pengalihan kemiskinan dari orang tua
kepada pihak lain dalam hal ini suami atau keluarganya. Dengan secapat mungkin
menikahkan putrinya, maka beban ekonomi keluarga akan berkurang. Dengan
demikian, upaya pencegahan pernikahan dini, selalu sejalan dengan upaya
pengentasan kemiskinan.
Sebagian
masyarakat memiliki pandangan bahwa lebih baik menikahkan anaknya daripada
anaknya melakukan pacaran yang merupakan tindakan mendekat-dekatkan diri pada
zina atau bahkan melakukan perzinaan. Mencegah perzinaan dengan melakukan
pernikahan dini bagaikan keluar dari mulut buaya masuk ke dalam mulut harimau,
tidak memecahkan permasalahan. Sebab, hal ini hanya mencegah dosa berbuat zina,
namun akan mendorong untuk berbuat dosa yang lain seperti menelantarkan
keluarga, pertengkaran keluarga yang bisa mendorong ke arah fitnah dan
kemungkinan-kemungkinan dosa yang lain.
Keluarga
hasil pernikahan dini, karena usianya yang masih sangat belia, sang suami
biasanya belum memiliki penghasilan, lalu bagaimana ia bisa memenuhi kewajiban
untuk menafkahi keluarganya? Kemudian, usia belia ini secara psikologis belum
mampu menaklukkan ego masing-masing, sehingga pertemgkaran dan perselisihan
sering terjadi, lalu bagaimana keluarga yang selalu berselisih mampu mendidik
anak dengan baik sebagai kewajiban utama orang tua? Dengan demikian, pernikahan
dini mencegah sebuah perbuatan dosa untuk melakukan perbuatan dosa yang lain.
Keluarga
merupakan institusi pertama dan terpenting dalam menyiapkan generasi muda yang
berkualitas. Keluarga merupakan tempat belajar, tempat segala hal yang
dibutuhkan oleh seorang anak. Anak-anak kita kelak mau-tidak mau, suka-tidak
suka, siap-tidak siap adalah pewaris dan pemegang tongkat estafet pembangunan
bangsa bahkan pengendali peradaban dunia. Oleh karena itu penting untuk
mewujudkan slogan “Keluargaku adalah surgaku” dalam setiap keluarga. Hal ini sangat
kecil diwujudkan pada keluarga hasil pernikahan dini. Oleh karena itu, sudah
sepatutnya kita mencegah terjadinya pernikahan dini baik dalam keluarga kita,
lingkungan kita maupun pada bangsa tercinta ini.
Salah
satu nawa cita pemerintahan sekarang adalah meningkatkan kualitas hidup manusia
Indonesia. Hal ini hanya bisa berhasil dengan mencegah terjadinya pernikahan
dini. Bahkan sudah seharusnya kita merevisi undang-undang perkawinan yang telah
berusia 44 tahun yang salah satunya menaikkan batas usia yang diperbolehkan
menikah. Jika UNICEF menggap anak-anak adalah mereka yang berusia kurang dari
18 tahun, maka sewajarnya apabila kita memberikan batas minimal menikah bagi
perempuan adalah usia 18 tahun dan laki-laki 21 tahun. Perbedaan usia ini
karena laki-laki akan menjadi pemimpin rumah tangga. Sebagai seorang pemimpin,
ia harus lebih memiliki kematangan dalam berpikir dan bertindak yang secara
kasar dapat diukur melalui usianya.
#tantanganpekanketiga
#kelasnonfiksi
#odopbatch5
#onedayonepost
PakPuh keren euyy
BalasHapusMencoba lebih awal di tulisan pertama biar dapat masukan banyak untuk tantangan kedua
HapusJadi inget dinetron jaman ku masih kecil dulu hahah
BalasHapusPernikahan dini salah satu judul sinetron yang tak mungkin dilupakan
Hapus