BAHTERA DI ATAS GELOMBANG EPISODE 12 TAMAT



Malam semakin larut dan semakin hening. Penuturan Mbah Parto menambah kesunyian malam itu. Berbagai perasaan berkecamuk. Edy nampak yang paling terpukul. Dia hanya bisa menundukkan kepala. Tidak tahu harus mengatakan apa, yang ada hanya keinginannya untuk berteriak sekeras-kerasnya menentang penuturan yang tidak masuk akal ini. Apakah kita sudah menjadi Tuhan, yang tahu akan masa depan?


Rasa ingin menentang tidak hanya ada pada Edy, Pak Sunar juga merasakannya. Ia sangat kasihan dengan anak sulungnya itu. Kapan hari ia tidak boleh melanjutkan kuliahnya karena ketakutan istrinya. Hal itu nampaknya baik, tetapi sungguh itu membatasi Edy mengekspresikan diri, istrinya meski tidak sadar telah membelenggu hak anaknya. Kemudian, hari ini, demi kebaikan orang tuanya yang tentu saja kebaikan ini masih sangat terbuka untuk diperdebatkan, apakah ia harus mengiorbankan hubungan dengan oramng yang ia cintai. Hati Pak Sunar bertanya, sesungguhnya yang mana yang harus berkorban demi kebaikan yang lain. Orang tua berkorban untuk anaknya atau anaknya yang harus berkorban untuk orang tuanya. Pergolakan pemikiran yang tidak akan pernah membenarkan Edy dijadikan korban.

Dengan mengumpulkan segenap keberaniannya, akhirnya Pak Sunar membuka pembicaraan, “Apapun alasannya, aku tidak rela jika Edy yang harus mengalah demi kita. Seandainya ramalan itu benar, biarlah Edy menikah dan aku sebagai orang tuanya rela apapun yang terjadi pada kami asalkan anak-anak kami berbahagia,” ungkap Pak Sunar. “Jangan sampai Edy dikorbankan untuk kesekian kalinya,” lanjut Pak Sunar. “Tidak bisa begitu Pak, risikonya bukan hanya pada kita orang tuanya tetapi bisa kena pada keluarga Edy,” kata Bu Tutik. “Seandainya risikonya hanya pada kita, aku pasti siap menerima risiko apapun untuk kebahagiaan mereka,” lanjut Bu Tutik. “Memang aku akui, pada masa lalu aku bersalah telah meminta Edy berhenti kuliah demi kesehatanku, tapi aku mohon jangan diungkit lagi, aku sudah minta maaf. Jika hari ini aku bisa menebus kesalahanku aku pasti melakukannya,” kata Bu Tutik sambil menangis.

“Mohon maaf, kalau boleh, aku akan melanjutkan penjelasanku yang belum sepenuhnya selesai,” kata Mbah Parto yang sesaat telah dilupakan keberadaannya. “Maaf Mbah kami terbawa emosi. Silakan dilanjutkan,” jawab Pak Sunar. “Numbuk ini memang perkara yang berat, tetapi semua bentuk pantangan dalam perhitungan weton jawa itu ada penangkalnya,” lanjut Mbah Parto. Seketika semua orang hampir melonjak kegirangan mendengar penjelasan Mbah Parto. “Apa penangkalnya, Mbah?” tanya Pak Sunar seketika. “Numbuk itu berlaku apabila jumlah satuan weton yang sama itu antara orang tua dan anak, jika tidak berhubungan orang tua dan anak maka numbuk itu tidak berlaku. Misalnya jumlah weton itu terjadi antara saya dan istri saya dengan Edy dan Hasna itu ga masalah,” urai Mbah Parto. “Mohon lebih dijelaskan Mbah, saya belum paham,” kata Pak Sunar. “Begini Pak Sunar, agar Edy tidak numbuk, maka Edy ga boleh diaku sebagai anak Pak Sunar dan Ibu,” jawab Mbah Parto. “Lalu?” desak Pak Sunar. “Iya anggap saja Pak Sunar ga punya anak Edy,” kata Mbah Parto. “Dengan begitu, sebagai orang lain, pak sunar tidak boleh menikahkan, tidak boleh member sumbangan apapun meskipun hanya sebutir beras, ibaratnya, juga ketika terjadi pernikahan nak Edy, Pak Sunar ga boleh ikut merasa punya hajat, beraktivitaslah seperti biasanya,” Mbah Parto menjelaskan panjang lebar. “Gimana, sanggupkah?” tanya Mbah Parto. “Sanggup,” jawab Pak Sunar tanpa meminta pertimbangan yang lainnya.

“Tapi ada satu lagi persyaratan yang cukup berat,” kata Mbah Parto. “Apa itu Mbah?” kali ini Bu Tutik yang bertanya. “Pak Sunar beserta istri dan Nak Edy, tidak boleh berhubungan selayaknya anak dan orang tua selama setahun. Selama setahun, tidak boleh saling berkunjung, apalagi membawakan oleh-oleh, juga tidak boleh memberikan apapun, makanan, pakaian, bahan makanan dan sebagainya,” jelas Mbah Parto. “Haruskah satu tahun?” tanya Bu Tutik. “Minimal, artinya paling pendek, jadi lebih panjang lebih baik,” kata Mbah Parto.

Setelah dibicarakan bersama, maka disepakati semua kebutuhan guna membangun hubungan antara Hasna dan Edy, Pak Sunar tidak ikut campur dan akan ditangani oleh kakek dan nenek Edy. Mereka juga yang akan bertindak sebagai orang tua Edy dan menjelaskan kepada keluarga Hasna terkait dengan orang tua Edy yang sebenarnya. Hari itu, meski satu permasalahan terpecahkan, edy melangkah menuju permasalahan yang lain. Mulai hari ini, petualangannya tidak saling berkunjung dengan orang tuanya akan dimulai. Hal ini sangat berat karena Edy sebenarnya anak yang sangat penurut pada orang tuanya.

Memang kehidupan itu merupakan rangkaian dari permasalahan yang harus kita hadapi, karena hanya dengan permaslaahan kita didewasakan. Hanya dengan permasalahan kita dicoba oleh Nya. Dan hanya dengan permaslahan kita menjadi semakin kuat. TAMAT.

#Onedayonepost
#ODOPbatch5
#Tantangan_Cerbung_12

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMBERONTAKAN KAUM KHAWARIJ

PENGABDIAN YANG TULUS

FATAMORGANA KEHIDUPAN