KOS-KOSAN, SERIBU CERITA SEJUTA WARNA
Belajar
mulai dari ayunan hingga liang lahat. Pembelajar sejati tidak kenal usia, dia
belajar dari siapa pun, di mana pun, dan kapan pun. Prinsip inilah yang
dipegang Sholeh, seorang PNS Kabupaten Lumajang yang mengikuti program tugas
belajar ke Sekolah Tinggi Administrasi Negara, Lembaga Administrasi Negara di
Bandung.
Belajar
jauh dari rumah, memaksa Sholeh untuk memulai hidup sebagai anak kos. Untuk
memperingan biaya, ia mengkoordinir peserta tugas belajar dari Jawa Timur untuk
mengontrak satu rumah bersama-sama. Akhirnya, mereka, berdua belas, mengontrak
rumah di Jalan Melania Bandung. Lokasi kos ini cukup strategis, di samping
dekat dengan kampus yang berada di Jalan Cimandiri, belakang Gedung Sate, juga
sangat dekat dengan Pusat Dakwah Islam (Pusdai), yang merupakan pusat aktivitas
muslim dengan masjid yang sangat megah, sehingga memudahkan bagi mereka yang
seluruhnya beragama Islam, untuk menunaikan ibadah dan sekali kali mengikuti
kajian.
Meskipun
sudah berstatus PNS, hidup ngekos,
juga dirasakan berat bagi mereka, karena terbebani dua dapur. Sebagai suami dan
kelapa keluarga yang baik, sudah semestinya lebih mengutamakan kehidupan anak
istri di tempat asalnya, sehingga hidup di Bandung relatif pas-pasan. Beban hidup ini memaksa Sholeh untuk berpikir kreatif. Saat
memasak sayur, selalu menggunakan panci
(tempat memasak sayur) yang sangat besar, meskipun isinya sedikit. “Yang
penting ada kuahnya, kita kan ga
butuh gizi yang penting kenyang,” kelakarnya.
Memang
kalau sedang tanggal tua, aneh-aneh saja perilaku anak-anak kos ini. Rohmad,
seorang PNS dari Kota Blitar, kalau sedang tidak masak bersama, karena
banyaknya tugas yang harus diselesaikan, selalu menyimpan cabai dan bumbu lain
untuk membuat sambal. “Wah, mewah sekali menu makanmu,” kata Sugiono ketika
melihat Rohmad makan dengan lauk lele goreng. “Iya dong, tiga hari ini menuku
sama, tapi hanya sambalnya saja yang baru, ikannya ikan kemarin,” jawabnya. “Lho
kok begitu,” Sugiono tampak kebingungan. “Iya, itu lele tiga hari yang lalu,
aku panasi lagi dan aku buatkan sambal yang baru, kemudiaan aku
guling-gulingkan lele di atas sambal, kumakan sambalnya dan kusimpan lagi
lelenya. Aku hanya butuh aromanya saja biar nambah
selera makan, daripada hanya lauk sambal saja,” jelas Rahmad. Dan akhirnya
Sugiono pun berlalu dengan dahi berkeryit.
Pusdai,
kecuali sebagai pusat ibadah, juga menyediakan gedung pertemuan yang disewakan
untuk hajatan. Ketika mendengar nanti besok ada acara hajatan di Pusdai, wajah
Sholeh terlihat berseri-seri. “Ada kabar apa, kok nampak ceria?” tanya Adim,
peserta tugas belajar dari Bangkalan. “Besok, ada hajatan di Pusdai,” jawab
Sholeh. “Apa hubungannya?” Tanya Adim. “Kesempatan kita makan gratis,” kata
Sholeh. “Kalau mau kamu boleh ikut,” lanjutnya. “Kamu kenal sama yang punya
hajat?” Tanya Adim. “Ga, kita datang
saja, yang penting kita pakai batik,” jelas Sholeh. “Terus amplopnya?” tanya
Adim. “Bawa saja amplop kosong tanpa nama, toh
ga kenal. Mempelai berdua pasti mengira kita kenalan orang tuanya, demikian
sebaliknya,” lanjutnya.
Hidup
di kos-kosan, yang paling berat ketika kangen sama keluarga di rumah. “Kalau
melihat anak-anak seusia anak kita di rumah, pasti teringat anak kita di
rumah,” kata Sholeh suatu sore. “Dan ketika melihat ibu-ibu, ga sedikitpun kita ingat istri di rumah,
sungguh sebuah keanehan,” lanjut Sholeh. “Dasar kamu mata keranjang,” sahut
Haris. Tiba-tiba Sugiono melintas sambil membawa sebuah kardus berisi penuh.
“Wah borong sembako mumpung tanggal
muda ya?” tanya Sholeh. “Iya dong’” jawab Sugiono sambil meletakkan kardus yang
dibawanya. “Sekarang mie instan merupakan salah satu Sembilan bahan pokok yang
baru,” kata Sugiono sambil membuka kardus yang dibawanya. “Jangan karena
kebanyakan mie instan, lantas menikah dan punya anak juga instan,” kata Haris mengingatkan
Sugiono yang memang belum menikah. Cerita sebagai anak kos memang berjuta
warna.
#Iniceritakomediku
#Tantangan4
#Onedayonepost
#ODOPbatch5
Lumayan pak Agus, bagus lho..saya sempat ketawa meskipun dalam hatiππ
BalasHapusHehehe tulisan komedi pertama semoga lain waktu bisa lebih baik
HapusCerita anak kos itu tidak pernah ada habisnya. Meskipun belum pernah mengalami ngekos....:)
BalasHapusBelum lengkap hidup klo belum ngekos, tips untuk melalui adalah nikmati saja akan menjadi kenangan takmterlupakan
HapusHehe namanya juga anak kos, semua pengen instan
BalasHapusBelajar nulis komedi, ga tahu jadinya seperti ini
Hapushuhh, klw cerita anak kos tak berhenti berhenti pak
BalasHapusBegitulah nasib anak kos, jadi bahan tertawaan Sampek kosngosan
HapusAnak kost itu anak yg kreatif sedunia, jgn ngaku anak kost klo blom masak mie di magic com haha ππ
BalasHapusLumayan bagus pak, keren keren nih..
Lnjutkan, smangat mnulis πͺπͺ
Anak kos memang joss
Hapus