BAHTERA DI ATAS GELOMBANG EPISODE 1
Senja
merayap menghalau sang raja siang ke peraduannya. Lampu-lampu teras mulai
dinyalakan. Jalanan dipenuhi hilir mudik kendaraan, meramaikan petang itu.
Rumah yang baru dipugar itu tak seperti biasanya, gelap dan tak berpenghuni.
Rumah di tepi jalan yang berhalaman luas itu merupakan secretariat kelompok
pencinta alam di daerah itu, sehingga tak biasanya nampak sepi dan lenggang.
Beberapa
saat kemudian sebuah truck yang mengangkut sekelompok pemuda berhenti tepat di depan
Rumah itu, sekelompok pemuda berlompatan turun dan sebagian masuk rumah untuk
menyalakan listrik di teras dan depan rumah, sedangkan sebagian yang lain
menurunkan barang-barang bawaan dari truck dan sebagian yang lain menolong
teman-temannya untuk turun. Nampak jelas wajah-wajah lelah mereka, namun di
balik kelelahan ada secercah kegembiraan mereka. Jumlah mereka sekitar 30
orang. Begitu turun, mereka ada yang duduk bergerombol di teras atau duduk di
batu yang ada pada taman di sudut halaman rumah besar itu. Wicak, sebagai ketua
kelompok pecinta alam ini sibuk mengatur anak buahnya untuk menata kembali
barang-barang yang baru selesai di pakai.
Beberapa
saat setelah truck itu pergi, seorang pemuda datang bersepeda motor datang dan
segera memarkir motornya di halaman dekat taman. Sesaat sebelum turun, ia
sempat melirik kea rah gadis yang nampak lelah duduk di salah satu batu di
taman sudut halaman. Kedua mata gadis dan pemuda itu sempat beberapa saat
bertemu tak sengaja hingga keduanya menundukkan pandangannya. Sesaat kemudian
pemuda berambut setengah ikal dan disisir ke samping kanan itu sudah berada di
dekat Wicak.
“Assalamu’alaikum,”
sapa pemuda itu. Sambil menoleh, Wicak menjawab salam “Waalaikum salam, e… Mas
Edy kapan pulang?” tanya Wicak. “Kemarin, ada kegiatan Mas? Di mana? Sehari ini
tadi aku balik ke sini lebih dari tiga kali,” kata Edy. “Iya, baru pulang dari
Giri Wana Rally di Trenggalek, berangkat kemarin kegiatannya mulai tadi pagi,”
jelas Wicak. Percakapan mereka terpotong oleh datangnya beberapa gadis dari
dalam rumah yang membawa kopi di atas nampan dan kemudian atas perintah Wicak,
kopi itu ditaruh di atas tikar yang telah digelar pada teras rumah.
“Nampaknya
banyak anggota baru nih,” tanya Edy sesaat setelah duduk di atas tikar dan menerima
secangkir kopi dari seorang gadis anggota pecinta alam. Nampak anggota pecinta
alam bergantian menunaikan ibadah sholat magrib yang sebentar lagi waktunya
habis. “Terus teman-teman kita ga ada yang ngikut?” Lanjut Edy. “Priyanto
memimpin jamaah magrib, Mas Bowo di belakang dan Kang Eko tidak ikut karena
sakit, tapi mas Eko diwakili adiknya yang masih kelas 2 SMA’” jawab Wicak
menjelaskan. “Sakit apa Kang Eko?” tanya Edy. “Belum tahu, belum sempat
menjenguk. Kabar itu kami terima dari adiknya saat kemarin akan berngkat ke
Blitar,” kata Wicak. “Kalau begitu biar aku bareng adiknya sekalian aku mampir
menjenguknya selepas magrib,” lanjut Edy. “Kebetulan antar sekalian adiknya
karena kemarin ke sini juga diantar adik bungsunya Kang Eko,” kata Wicak. “Baiklah,
aku magriban dulu,” kata Edy. “Jangan kuatir Ed, adiknya gadis yang sangat
cantik, ntar aku kenalkan. Kalau kamu berminat boleh ikut bersaing
mendapatkannya karena banyak yang naksir hahaha,” goda Wicak pada Edy. “Ngawur
aja, bisa dipukul Kang Eko aku kalau macam-macam sama adiknya, udah magriban
dulu ah,” pungkas Edy.
Setelah
mengambil air wudu dan melangkahkan kaki ke arah mushola kecil di sudut teras,
Edy berpapasan dengan gadis yang sejak tadi secara sembunyi-sembunyi ia
perhatikan, mulai ia turun dari speda motor dan sang gadis duduk di batu taman.
Sesaat bersimpangan begitu sangat dekatnya detak jantungnya tak bisa ia
kendalikan agar berdetak lebih teratur. Edy memberanikan diri melihat dari
sudut matanya dan ternyata si gadis juga sedang menatapnya dengan
sembunyi-sembunyi. Jika saja hari tidak ditutupi gelap, pasti akan nampak jelas
warna merah di wajah mereka berdua.
#Onedayonepost
#ODOPbatch5
#Tantangan_Cerbung_1
Komentar
Posting Komentar