TPP TANPA DAYA UNGKIT BAGI KINERJA BIROKRASI
Reformasi
birokrasi terus bergerak, pembenahan-pembenahan terhadap perilaku birokrasi
yang bertujuan untuk mewujudkan kinerja birokrasi yang lebih baik terus
dilakukan. Salah satu upaya itu dilakukan dengan meningkatkan kesejahteraan
pegawai. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa semakin sejahtera pegawai maka
akan semakin baik pula kinerjanya.
Peningkatan
kesejahteraan pegawai dilakukan dengan memberikan berbagai macam tunjangan,
diantaranya Uang Makan Harian, Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP), dan Tunjangan
Kinerja (Tukin).
Pemberian
berbagai tunjangan ini bersumber dari APBN bagi Pemerintah Pusat dan APBD
masing masing bagi Pemerintah Daerah. Kemampuan APBD yang beragam berakibat
pada beragam pula jenis dan besaran pemberian tunjangan. Daerah yang memiliki
APBD cukup kuat sudah mampu memberikan semua jenis tunjangandengan besaran yang
cukup memadai, namun bagi Pemerintah daerah yang APBD-nya relatif kecil memilih
salah satu jenis tunjangan untuk diberikan kepada pegawainya. Sebagian besar Daerah
tersebut memilih memberikan Uang Makan Harian atau Tunjangan Perbaikan
Penghasilan (TPP) yang metode pemberiannya lebih sederhana.
Permasalahannya,
jika pemberian tunjangan dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja pegawai, sudah
tepatkah pilihan kebijakan yang diambil daerah dalam memberikan tunjangan
kepada pegawainya ?
Sebelum
membahas tepat atau tidaknya pilihan kebijakan ini, terlebih dahulu perlu
dijelaskan metode pemberian masing-masing tunjangan.
Uang
Makan Harian diberikan kepada setiap hari kepada pegawai yang masuk kerja
dengan besar tunjangan sama pada setiap pegawai, sehingga apapun jabatannya dan
seberapapun beban kerjanya serta bagaimanapun kinerjanya, asal masuk kerja
semua pegawai berhak mendapatkan Uang Makan Harian yang sama besarnya.
Tunjangan
perbaikan penghasilan (TPP) diberikan berdasarkan beban kerja pegawai. Beban
kerja pegawai digambarkan dari eselon jabatan yang diemban oleh masing-masing
pegawai. Eselon adalah tingkat jabatan struktural PNS, Eselon I merupakan
tingkat jabatan tertinggi dan Eselon IV merupakan tingkat jabatan terrendah,
sedang staf atau pelaksana atau disebut jabatan fungsional umum/tertentu adalah
jabatan tanpa eselon. Jadi dalam jenjang jabatan PNS, sesuai urutan tertinggi,
adalah Eselon I/a, Eselon I/b, Eselon II/a, Eselon II/b, Eselon III/a, Eselon
III/b, Eselon IV/a, Eselon IV/b dan Non Eselon.
Disamping
itu, TPP diberikan berdasarkan presensi pegawai, dimana setiap menit
keterlambatan akan diberikan pengurangan terhadap besaran pemberian TPP. Kecuali
presensi awal masuk kerja, juga dilakukan presensi ketika pulang kantor, dimana
setiap menit lebih awal kepulangan juga akan mengurangi besaran TPP yang
diterima. Dengan demikian, setiap pegawai yang memiliki eselon yang sama dengan
kehadiran pada awal dan pulang kerja sama akan menerima TPP dengan besaran yang
sama, tanpa melihat apa yang dilakukan ditengah-tengah jam kantor.
Sedangkan
Tunjangan Kinerja (Tukin) diberikan berdasarkan kinerja penilaian kinerja yang
diltunjukkan oleh seorang pegawai. Penilaian kinerja ini didasarkan pada
pekerjaan yang dilakukan setiap hari oleh masing masing pegawai, dengan catatan
pekerjaan yang mendapatkan point kinerja adalah pekerjaan yang sesuai dengan
uraian pekerjaan dalam jabatan masing masing pegawai, sehingga pekerjaan yang
dilakukan oleh seorang pegawai, meskipun atas perintah atasannya tidak akan
mendapatkan point kinerja jika pekerjaan tersebut di luar tugas pokok dan
fungsi jabatannya. Misalnya, seorang pegawai dengan jabatan pengolah data
kepegawaian, jika pekerjaan yang diberikan atasan adalah mengemudi untuk
mengantar atasannya mengikuti rapat, maka pekerjaan mengemudi ini tidak akan
mendapatkan point kinerja.
Dengan
metode pemberian yang demikian, maka besaran Tukin yang diterima oleh setiap
pegawai tidak sama tergantung pada pekerjaan harian yang dilakukan oleh
pegawai. Dengan demikian kebijakan yang mampu memberikan daya ungkit terhadap
kinerja birokrasi adalah Pemberian Tunjangan Kinerja.
Melihat
metode pemberian masing masing tunjangan, maka akan dapat dilihat pola
perubahan perilaku pegawai.
Uang
makan harian akan meningkatkan kehadiran pegawai, entah sampai jam berapa ia
hadir di kantor dan melakukan apa dikantor.
TPP
akan berdampak pada tingkat kehadiran yang lebih awal dan pulang lebih akhir,
ditengah tengahnya tidak akan berdampak apapun, karena penerimaan TPP tidak
mempertimbangkan apapun yang dilakukan pegawai ditengah jam kerja. Bisa saja
seorang pegawai yang bekerja keras ditengah jam kerja akan mendapatkan TPP yang
sama dengan pegawai yang hadir awal kemudian tidak melakukan apapun ditengah
jam kerja tetapi tetap presensi pada akhir jam kantor. Hal ini berarti TPP
dipandang tidak adil dan bisa saja berdampak pada demotivasi bagi pegawai yang
selama ini bekerja keras selama jam kerja. TPP tak akan memiliki daya ungkit
terhadap kinerja birokrasi.
Pilihan
terbaik sebenarnya ada pada pemberian Tukin. Namun disisi lain, ada beberapa
kesulitan untuk memberikan Tukin diantaranya, untuk memberikan Tukin harus ada Indikator
Kinerja yang selama ini sulit dirumuskan oleh Pemerintah. Jalan keluarnya
adalah dengan menggandeng konsultan Manajemen Sumber Daya Manusia untuk
merumuskan persyaratan-persyaratan agar Tukin dapat dilaksanakan.
Lepas
dari semua itu, kinerja birokrasi terkait dengan motivasi pegawai dan motivasi
pegawai tidak saja tergantung pada penghasilan yang diterima, bahkan motivasi
terbesar adalah motivasi internal yaitu motivasi yang tumbuh dari dalam diri
pegawai, seperti keinginan untuk meekspresikan diri dan mengaktualisasi diri.
Jadi, permasalahan kinerja terbesar adalah bagaimana kebijakan kebijakan yang
ada harus mampu memotivasi pegawai tidak sekedar meningkatkan penghasilan
pegawai.
Semoga
kedepan Pemerinta dan pemerintah Daerah mampu merumuskan kebijakan yang mampu
berdampak pada kemaslahatan masyarakat.
request ada TPL Pak, Tunjangan Penghasilan Lembur 😇, terima kasih sharingnya. Salam kenal
BalasHapusHehehe, terima kasih sudah mampir ke blog yg sederhana ini, salam kenal juga
Hapus