SEMUA ORANG BISA SUKSES


“Si Edy itu sangat sukses. Ia sekarang sudah menjadi manajer di sebuah perusahaan bonafide, dan memiliki harta yang melimpah”. Itulah penggalan pembicaraan masyarakat kita pada umumnya ketika membicarakan kesuksesan seseorang. Biasanya kemudian diikuti dengan pembicaraan lain yang cenderung meng-ghibah orang lain. “Coba lihat Si Budi, meskipun dulu ia teman sebangku dengan si Edy, sekarang ia hanya menjadi takmir masjid yang pekerjaannya tidak menentu”.


Penggalan pembicaraan di atas menggambarkan bahwa masyarakat kita pada umumnya mengukur keberhasilan seseorang dari kepemilikan harta, jabatan dan hal-hal lain yang bersifat fisik. Hal ini tidak mengherankan karena masyarakat kita sekarang sangat dipengaruhi paham kapitalisme yang datang dari barat yang terbawa arus globalisasi melalui berbagai media. Kapitalisme merupakan sistem perekonomian yang mengedepankan kebebasan mendapatkan keuntungan. Pemilik modal (orang kaya), dalam sistem ini, dengan modalnya (kekayaannya) memiliki banyak keuntungan (kemudahan) dalam kehidupannya, sehingga banyak orang menginginkan menjadi pemilik modal (orang kaya) dan menjalani hidup dengan mudah. Latar belakang inilah yang membuat masyarakat berpandangan bahwa orang yang sukses adalah mereka yang memiliki banyak harta.

Tidak semua orang, mengorientasikan diri pada hal yang sama, sebagaimana ragamnya ideology dan system perekonomian yang ada. Bagi mereka yang kapitalis, memang mengumpulkan harta dan kekayaan adalah sesuatu yang penting, sehingga memang layak dijadikan indikator keberhasilan. Tetapi bagi seseorang yang sosialis, yang diutamakan adalah hubungan sosial yang bisa mereka bangun, sehingga ukuran keberhasilannya adalah sejauhmana ia meampu membangun hubungan sosial dengan sesamanya. Demikian halnya seseorang yang agamis, maka yang utama bagi mereka adalah bagaimana hubungan dirinya dengan Tuhannya, sehingga indikator keberhasilannya adalah kedekatannya dengan Tuhan. Dengan demikian, ukuran keberhasilan/kesuksesan seseorang tidak bisa digeneralisasi.

Memang dalam mengukur keberhasilan seseorang bisa dilakukan melalui 3 hal, yaitu dibandingkan dengan orang lain, dibandingkan dengan target yang dipatok, dan dibandingkan dengan masa lalu. Ukuran keberhasilan seseorang jika diperbandingkan dengan orang lain, haruslah obyek yang indikator keberhasilannya sama. Beragamnya orientasi hidup dan ideologi yang dianut seseorang, maka keberhasilan tidak bisa diperbandingkan dengan orang lain yang memiliki orientasi hidup dan ideologi yang berbeda, karena ukuran karena indikator keberhasilannya juga berbeda.

Dengan demikian, yang bisa dilakukan adalah memperbandingkan capai dengan target yang dipatok. Hal ini tentunya hanya bisa dilakukan dirinya sendiri yang mengetahui dengan pasti target yang telah dipatok dalam hidupnya, sehingga orang akan sulit mengetahuinya. Dan juga bisa dilakukan dengan memperbandingkan capaian saat ini dengan capaian yang telah lalu. Siapapun akan dianggap sukses bila dia saat ini lebih baik dari masa lalunya. Hal ini sesuai tuntunan yang mengajarkan barang siapa hari ini sama dengan kemarin, maka ia merugi, dan barang siapa hari ini lebih buruk dari kemarin, mereka adalah kaum yang celaka. Namun, barang siapa yang hari ini lebih baik dari kemarin, merekalah sesungguhnya kaum yang beruntung.

Uraian di atas menggambarkan bahwa siapa saja bisa menganggap dirinya sukses, meskipun kebanyakan orang menganggapnya gagal. Sebaliknya, meskipun orang lain menganggapnya sukses, tetapi bisa saja menganggap dirinya gagal. Semuanya sangat tergantung pada orientasi hidup dan ukuran keberhasilan masing-masing orang, serta diperbandingkan dengan apa ia mengukur keberhasilannya.

Semoga kita termasuk golongan orang orang yang sukses, yaitu orang yang hari ini selalu lebih baik dari hari kemarin, tak peduli apa yang dikatakan orang. Sukses selalu untuk semua teman, sahabat, dan kerabat semua. Aamiin.

#Onedayonepost
#ODOPbatch5



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMBERONTAKAN KAUM KHAWARIJ

PENGABDIAN YANG TULUS

FATAMORGANA KEHIDUPAN