LASKAR PELANGI : ANTARA NOVEL DAN FILM


Novel dan film merupakan dua seni yang berbeda. Novel yang mengajak penikmatnya melalui rangkaian kata, sedangkan film mengandalkan sisi visual untuk memuaskan penikmatnya. Namun dalam perkembangannya antara novel dan film tidak dapat dipisahkan. Ada novel yang diangkat sebagai film dan ada pula film yang diadaptasi menjadi novel.


Laskar Pelangi sebuah novel yang ditulis oleh Andrea Hirata dan diterbitkan pertama kali tahun 2005 ternyata sukses besar. Novel ini telah diterjemahkan dalam lebih dari 26 bahasa dari berbagai negara. Bahkan melalui novel ini penulisnya menjadi pemenang pertama Buchaward pada tahun 2013 di Jerman untuk novelnya “Die Regenbogen Truppe”, yaitu Laskar Pelangi dalam versi Bahasa Jerman, dan pada tahun yang sama menjadi pemenang pertama dalam New York Book Fetival kategori general fiction untuk novelnya “The Rainbow Troops” yaitu Laskar Pelangi edisi Amerika. Namun sebelum nedapatkan dua pengharaan ini pun, Laskar Pelangi sudah menjadi novel best seller.

Kesuksesan Laskar Pelangi sebagai best seller menarik perhatian untuk mengangkatnya menjadi sebuah film. Harapannya versi film ini akan mendapatkan kesuksesan yang sama dengan versi novelnya. Pada Tahun 2008, film Laskar Pelangi tayang. Film ini diproduseri Mira Lesmana dan disutradarai Riri Riza, sedangkan pemeran utamanya adalah Zulfanny sebagai Ikal, Cut Mimi sebagai Ibu Muslimah dan Ikranagara sebagai Pak Harfan.

Laskar Pelangi versi film ini pada tahun 2009 sukses memperoleh berbagai penghargaan. Pada Indonesia Movie Awards, Laskar Pelangi menjadi film favorit, Cut Mimi sebagai pemenang kategori pemeran utama wanita terbaik, Ikranagara sebagai pemenang kategrori  pemeran utama pria terbaik, dan Zulfanny sebagai pemenang kategori pendatang baru terfavorit pria. Disamping itu, Laskar Pelangi juga menjadi unggulan di Asian Film Awards, Hongkong untuk kategori best film dan best editor.

Mengangkat sebuah novel menjadi sebuah film mempunyai tingkat kesulitan yang cukup tinggi sebab tidak semua adegan yang ada di novel bisa disajikan dalam film yang berbentuk gambar. Bahkan dengan pertimbangan tertentu ada certita yang harus diubah karena gaya bertutur melalui gambar memiliki dampak yang lebih kuat dibandingkan melalui tulisan. Pertimbangan itu bermacam-macam, misalnya pertimbangan moral, atau mencegah terjadinya konflik, lebih-lebih di lingkungan masyarakat yang plural.

Demikian halnya dengan Laskar Pelangi. Meskipun baik dalam versi novel maupun film mendapatkan banyak penghargaan, namun tidak seluruh adegan yang ada di novel bisa disajikan dalam bentuk gambar di film. Terdapat beberapa perbedaan antara versi novel dan versi film. Kematian pak Harfan yang ada dalam film tidak pernah diceritakan dalam novel. Juga kisah cintanya Bu Muslimah yang ada dalam film, meskipun sedikit, tidak pernah disinggung dalam novel.

Perbedaan lain, saat karnaval, peserta dari SD Muhamadiyah hanya ditampilkan sebanyak delapan  orang saja, sedangkan dalam novel mencapai puluhan. Hal ini terkait dengan singkronisasi cerita. Kisah yang ingin dipertahankan dalam film yang ada di novel adalah guru Laskar Pelangi, dalam hal ini wali kelas, mulai kelas satu SD hingga SMP hanya satu yaitu Bu Muslimah. Hal ini hanya mungkin jika SD Muhamadiyah tidak menerima murid di bawahnya laskar pelangi, sehingga apabila ditampilkan lebih dari 70 penari sebagaimana dalam novel, maka tidak logis.

Perbedaan juga terjadi saat cerdas tangkas. Pada versi film, terjadi kesimbangan nilai diantara grup yang tampil, sedangkan dalam novel kemenangan Lintamng dan kawan-kawan adalah mutlak. Juga pada akhir cerdas tangkas terjadi kesalahan dewan juri membuat kunci jawaban, sehingga jawaban Lintang disalahkan tetapi dibela oleh salah satu guru sekolah PN, sehingga akhirnya jawaban Lintang dibenarkan dan menjadi juara. Dalam versi novel justru terdapat guru yang hendak mempermalukan dewan juri yang dapat disangkal oleh Lintang. Perbedaan ini jelas disengaja dengan pertimbangan etika dan moralitas. Film ini ingin menggambarkan sosok guru, sebagai ujung tombak pendidikan yang lebih bermoral dan bersikap adil, bukan sebaliknya.

Masih terdapat beberapa perbedaan yang tak terhindarkan, mengingat film ini memiliki alur maju yang secara krologi waktu jelas, sedangkan dalam novel yang cenderung alurnya tidak jelas akan menyulitkan jika benar-benar harus menyamakan secara persis antara adegan film dengan cerita dalam novel.

Terlepas dari perbedaan-perbedaan tersebut, keduanya memiliki kesamaan yang justru terletak pada kekuatan cerita Laskar pelangi, yaitu pesan moral yang hendak disampaikan. Pesan tersebut jelas bahwa pendidikan adalah hal penting yang harus diperjuangkan bersama. Dalam setiap perjuangan dibutuhkan kegigihan dan kerja keras. Impian tak akan terwujud tanpa pengorbanan. Miskin bukan halangan untuk hidup dan memperoleh hak yang sama dengan orang lain. Pesan moral inilah yang melandasi keduanya, baik versi novel maupun film, yang menjadikan Laskar pelangi pantas untuk mendapatkanberbagai penghargaan.


#TugasRCO3 #Tugas3Level3 #Kelasnonfiksi #Onedayonepost #ODOPbatch5

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMBERONTAKAN KAUM KHAWARIJ

PENGABDIAN YANG TULUS

FATAMORGANA KEHIDUPAN