PEMBERIAN TUNJANGAN KINERJA PILIHAN TERBAIK MENGUNGKIT KINERJA BIROKRASI


Tulisan ini merupakan rangkaian tulisan sebelumnya. Dalam tulisan yang berjudul “TPP Tanpa Daya Ungkit Bagi Kinerja Birokrasi”, disebutkan bahwa upaya meningkatkan kinerja birokrasi dilakukan dengan meningkatkan kesejahteraan pegawai melalui pemberian Tunjangan Uang Makan Harian, Perbaikan Penghasilan (TPP), dan Tunjangan Kinerja (Tukin).


Tulisan tersebut juga menjelaskan bahwa TPP dengan metode penilaian berbasis presensi pegawai belum memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerja birokrasi, dan pilihan terbaik adalah dengan pemberian tunjangan kinerja.

Pemberian Tukin akan mampu meningkatkan kinerja birokrasi karena pemberian tunjangan kinerja dikaitkan secara langsung dengan kinerja pegawai. Pemberian Tukin didasarkan pada penilaian kinerja individu pegawai. Pegawai yang hasil penilaian kinerjanya lebih baik akan mendapatkan besaran Tukin yang lebih besar daripada pegawai yang kinerjanya lebih rendah.

Tidak dipilihnya pemberian Tukin untuk meningkatkan kinerja pegawai ini semata mata pertimbangannya adalah tingkat kesulitan yang tinggi untuk menerapkan pemberian Tukin.

Sebelum pemberian Tukin dilaksanakan harus dibenahi terlebih dahulu system penilaian kinerja, sehingga diperoleh system penilaian kinerja yang obyektif, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing pegawai dan memiliki tingkat ke-bias-an yang rendah. Lebih lanjut, indicator penilaian kinerja seperti di atas harus didahului dengan perumusan Key Performance Indicators yang didasarkan hasil analisis jabatan.

Berbagai permasalahan di atas akhirnya membuat pemberian Tukin tidak bisa langsung diterapkan dalam waktu singkat dan butuh tahapan yang agak panjang dengan investasi yang tidak murah. Disisi lain, pegawai perlu segera mendapatkan tambahan penghasilan untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Namun menurut hemat penulis, daripada memberikan tunjangan yang tidak memberikan daya ungkit lebih baik menunda pemberian tunjangan untuk merumuskan kelengkapan yang dibutuhkan dalam rangka memberikan tunjangan kinerja yang akan memberikan dampak yang lebih besar terhadap kinerja birokrasi.
Untuk memberikan gambaran tingkat kesulitan dan lamanya waktu yang dibutuhkan dalam proses pemberian Tukin, di bawah ini akan disampaikan langkah-langkah yang perlu diambil sebelum pemberian tunjangan kinerja dapat dilaksanakan. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut :

1.        Analisis Jabatan

Hasil analisis jabatan adalah uraian pekerjaan, persyaratan jabatan dan indikator kinerja. Kondisi saat ini, kualitas hasil analisis jabatan sangat dipertanyakan keakuratannya, disamping itu hasil analisis jabatan saat ini belum memunculkan KPI (Key Performance Indicator), sehingga hampir seluruh pegawai tidak paham kinerja yang harus dimunculkan yang akhirnya tidak jelas arah pekerjaannya.

Hasil analisis jabatan yang demikian disebabkan karena analisis diserahkan pada pegawai, dimana sebelum melaksanakan analisis ini mereka dibekali pengetahuan dan keterampilan analisis jabatan melalui sebuah bimbingan teknis selama 2 atau 3 hari. Hal ini berakibat pada kemampuan SDM yang melakukan analisis kurang memadai sehingga hasilnyapun kurang memadai.

Oleh sebab itu, untuk melakukan analisis jabatan ini sebaiknya diserahkan pada perguruan tinggi atau jasa konsultansi manajemen SDM sehingga hasilnya bisa dipertanggungjawabkan dimana uraian jabatan bersifat operasional, persyaratan kompetensi atas jabatan tersebut jelas dan jelas pula cara mengukur kompetensi seorang pejabat apakah kompetensinya memenuhi syarat atau belum, serta adanya KPI yang dapat dinilai secara obyektif, dan mudah dipahami pengemban jabatan, sehingga mydah pula dilakukan penilaian kinerjanya.

2.        Analisis Beban Kerja

Hasil Analisis Beban Kerja adalah berapa jumlah pegawai yang dibutuhkan untuk masing-masing jabatan.

Hasil ABK saat ini hanya memotrek kondisi pegawai yang ada, sebagai contoh dalm suatu unit kerja terdapat 4 orang pegawai, maka hasil ABK nantinya kebutuhan pegawai unit tersebut antara 4 atau 5 orang sehingga pegawai yang ada dapat dipertahankan.

Hasil ABK yang disamping disebabkan kemampuan pegawai yang melakukan analisis kurang memadai sebagaimana Anjab, juga biasanya ABK ini syarat tititpan, sebab nantinya ABK inilah yang digunakan untuk menyusun formasi pegawai dengan demikian hasilnya cenderung kurang agar pemerintah daerah mendapatkan formasi untuk pengadaan CPNS.

Oleh karena itu, seyogyanya ABK ini juga diserahkan kepada perguruan tinggi atau jasa konsultansi manajemen SDM sebagaimana anjab, dengan demikian hasilnya sangat dapat dipertanggungjawabkan secara praktis maupun akademis. Penyerahan kepada pihak ketiga ini dapat dilakukan satu paket dengan Anjab.

 Hasil Anjab dan ABK yang baik ini sekaligus dapat digunakan untuk mengevaluasi struktur organisasi. Misalnya apabila di suatu unit kerja struktur untuk eselon IV terdapat 3 orang, jika dilihat dari Anjab dan ABK apakah benar-benar dibutuhkan eselon IV 3 orang atau cukup 2 orang atau bahkan 1 orang, dan demikian sebaliknya.

Dengan demikian setelah selesai Anjab dan ABK dilakukan, maka diketahui jabatan-jabatan apa saja yang harus ada di seluruh organisasi beserta jumlah yang dibutuhkan, dengan disertai uraian jabatan, syarat jabatan dan KPI jabatan. Dengan demikian diketahui pula formasi pegawai seluruh organisasi secara utuh. Dengan sedikit pengembangan maka diperoleh pula proyeksi formasi untuk 5 (lima) tahun berikutnya sesuai dengan ketentuan Kemeterian PAN dan RB.

3.        Penempatan Kembali dan Distribusi Pegawai

Berdasarkan hasil Anjab dan ABK, maka akan dilakukan penempatan kembali dan distribusi pegawai dari OPD yang memiliki kelebihan pegawai pada OPD yang kekurangan pegawai.

Penempatan kembali ini untuk sementara didasarkan pada jabatan yang lama, dimana seminimal mungkin adanya pegawai yang dirugikan, sehingga penempatan kembali ini disesuaikan dengan eselonering yang ada dalam struktur jabatan yang lama, pangkat/golongan yang sesuai tetapi memang disadari belum sepenuhnya seluruh jabatan akan diemban oleh pegawai yang memiliki kompetensi sebagaimana persyaratan jabatan.

Penempatan kembali dan distribusi pegawai ini bisa dilakukan secara mandiri oleh Badan Kepegawaian Daerah berdasarkan kondisi yang ada saat ini. Jika telah dilakukan penempatan kembali maka hasilnya seluruh pegawai memiliki jabatan masing-masing, tidak lagi ada sebutan staf atau pelaksana, beserta uraian jabatan, persyaratan jabatan dan KPI (Key Performance Indicator) jabatan.

Karena kondisi pegawai yang ada, maka dimungkinkan adanya jabatan-jabatan yang masih kosong sesuai hasil anjab, dimana hal ini menjadi formasi kebutuhan pegawai.

4.        Membangun Sistem E-Performance (e-Kinerja)

Berdasarkan hasil Anjab yang menghasilkan uraian jabatan yang bersifat operasional dan KPI, maka dapat disusun Penilaian Kinerja. Agar penilaian kinerja ini bersifat obyektif, maka seyogyanya penilaian kinerja ini dilakukan melalui sistem e-performance (e-kinerja) yang berbasis pada Teknologi Informasi.

Dengan demikian diperlukan sistem penilaian kinerja yang harus dibuat oleh pihak ketiga yang bergerak dalam manajemen SDM.

Dalam paket pengadaan sistem e performance ini disertakan sekaligus untuk pelatihan penggunaannya sehingga selesai pengadaan seluruh pegawai bisa menggunakan e performance.

5.        Uji Coba Sistem

Setelah dilakukan pelatihan dan seluruh pegawai diyakini mampu menggunakan sistem e performance untuk menilai kinerjanya, maka selanjutnya dilakukan uji coba penggunaan sistem pada pelaksanaan pekerjaan sehari-hari sekaligus dapat juga digunakan sebagai bahan masukan untuk memperbaiki penempatan dalam jabatan. Misalnya Pegawai A dengan jabatan pengolah data, tetapi dalam keseharian lebih banyak mengerjakan tugas jabatan X, maka dilakukan pengalihan jabatan, dimana pegawai A tersebut diberikan jabatan X, sehingga mengubah formasi kebutuhan pegawai hasil dari penempatan jabatan di atas.

6.        Uji Kompetensi pejabat

Sebagaimana UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN yaitu bahwa penempatan pegawai harus disesuaikan antara kompetnsi yang dimiliki pegawai dengan syarat kompetensi jabatan, oleh karena itu perlu dilakukan uji kompetensi pegawai.

Hasil uji kompetensi ini akan menghasilkan beberapa kemungkinan :

a.       Pegawai A memiliki kecenderungan, bakat dan minat yang cocok untuk rumpun jabatan X dan telah memenuhi persyaratan kompetensi jabatan, sehingga dari hasil uji kompetensi ini bisa saja dilakukan penempatan kembali.

b.      Pegawai B memiliki kecenderungan, bakat dan minat yang cocok untuk rumpun jabatan Y tetapi membutuhkan tambahan peningkatan kompetensi untuk menduduki suatu jabatan dalam rumpun tersebut, sehingga dari hasil uji kompetensi ini bisa saja dilakukan penempatan kembali sekaligus sebagai dasar untuk memberikan program peningkatan kapasitas pada yang bersangkutan melalui diklat atau non diklat.

c.       Pegawai C, sudah cocok berada pada penempatan yang ada, tetapi harus memenuhi beberapa kompetensi yang dipersyaratkan dalam jabatannya, sehingga hal ini akan menjadi dasar untuk melakukan pengembangan kompetensi melalui diklat atau non diklat

d.      Pegawai D, telah memenuhi persyaratan kompetensi pada jabatannya, sehingga perlu dipertahankan pada posisi yang ada sekarang.

Uji kompetensi ini harus dilakukan bekerjasama dengan lembaga yang memiliki kapasitas dan sudah teruji melakukan uji kompetensi bisa lembaga pemerintahan, universitas atau swasta yang terpenting diyakini hasilnya akan cukup baik dalam melaksanakan uji kompetensi.

Hasil uji kompetensi ini akan memfinalisasi penempatan dan distribusi pegawai, yang hasil akhirnya ada atau tidaknya formasi kebutuhan pegawai untuk pengadaan pegawai baru untuk jabatan hasil anjab.

7.        Evaluasi Jabatan

Disadarai sepenuhnya bahwa pada jabatan yang eselonnya sama tetapi terkadang memiliki beban kewajiban dan pekerjaan yang tidak sama, sehingga tidak adil apabila semua jabatan pada eselon yang sama dianggap sama sehingga memperoleh hak yang sama puila, oleh karena itu diperlukan adanya evaluasi jabatan.

Evaluasi jabatan merupakan kegiatan untuk menhitung nilai jabatan, dimana akan menghasilkan jabatan A memiliki nilai X, jabatan B memiliki nilai Y dan seterusnya, sehingga nilai jabatan staf tidak akan sama seluruhnya, kemudian di atasnya nilai jabatan eselon 4, juga tidak setiap jabatan eselon 4 memiliki nilai yang sama, demikian juga untuk berikutnya eselon 3 dan eselon 2.

Hasil evaluasi jabatan inilah yang akan digunakan sebagai dasar pemberian tunjangan kinerja.

Hasil evaluasi jabatan ini juga sekaligus dapat digunakan menjadi dasar untuk promosi, dimana promosi tidak harus dari staf ke eselon 4, dari eselon 4 ke eselon 3 dan seterusnya tetapi bisa jadi jabatan fungsional umum ke jabatan fungsional umum yang lain yang memiliki nilai jabatan yang lebih tinggi atau eselon 4 ke eselon 4 yang lain yang memiliki nilai jabatan yang lebih tinggi. Hal ini juga akan menjadi basis untuk menyusun karir dasar pegawai.

8.        Penggalian Anggaran

Selama ini anggaran menjadi alasan beratnya pemberian tunjangan kinerja sehingga apabila diusulkan untuk memberikan tunjangan kinerja tidak disetujui dengan alas an tidak tersedianya anggaran. Kemudian, pertanyaannya dari mana sumber anggaran yang bisa dicari ?

Sumber anggaran dapat diperoleh dari seluruh honorarium yang ada saat ini ditiadakan dan digunakan sebagai sumber anggaran tunjangan kinerja.

Disamping itu, anggaran operasional seperti ATK selama ini di setiap kegiatan memiliki pos tersebut, dan di sekreatariat juga terdapat pos tersebut, sehingga terjadi double penganggaran, dimana selama ini juga tidak terdeteksi penggunaan dan pengadaannya, seperti tidak adanya manajemen stok dan order ATK yang jelas, sehingga apabila diefesienkan akan terdapat anggaran yang cukup besar untuk dialihkan sebagai sumber anggaran tunjangan kinerja. Dan apabila dicermati maka akan diperoleh pos pos anggaran semacam ATK yang dapat diefesienkan.

Dengan demikian, maka akan diperoleh jumlah anggaran tertentu yang disisihkan untuk dialihkan sebagai sumber anggaran tunjangan kinerja.

Pertanyaan berikutnya, apakah cukup anggaran yang telah disisihkan tersebut untuk memberikan tunjangan kinerja ?

Berarapun anggaran yang tersedia, akan dicukupkan untuk pemberian tunjangan kinerja, yaitu dengan cara menjumlahkan seluruh nilai jabatan dari hasil evaluasi jabtan, apabila seluruh anggaran yang telah didapat diatas dibagi dengan jumlah nilai jabatanyang ada di Kabupaten Nganjuk, maka akan diperoleh nilai rupiah untuk setiap skor nilai jabatan, sehingga dengan mengalikan nilai jabatan dengan nilai jabatan maka akan diperoleh jumlah tinjangan kinerja maksimal untuk setiap jabatan.

Misalnya, diperoleh anggaran 12 M dari pos anggaran yang bisa diefesiensikan dan dari pos anggaran honorarium, maka setiap Bulan terdapat nilai 1 M untuk tunjangan kinerja., dan apabila diperoleh jumlah nilai jabatan dari hasil evaluasi jabatan adalah 50 ribu, maka dengan membagi 1 M dengan 50 rb yaitu 20 rb, maka nilai per skor jabatan adalah 20 rb. Dengan demikian untuk jabatan X misalnya yang dari evaluasi jabatan mendapatkan skor jabatan 300, maka tunjangan maksimal yang dapat diperoleh jabatan tersebut adalah 30 x 20 RB = 600 RB. Dengan demikian tidak mungkin terjadi kekurangan anggaran dari anggaran yang tersedia.

Evaluasi jabatan ini pekerjaan yang tidak dapat dilakukan secara mandiri oleh PNS, sehingga pengerjaannya juga diperlukan kerjasama dengan pihak ketiga.

9.        Pemberian Tunjangan Kinerja

Berdasarkan uraian tersebut, maka sebenarnya dengan good will pejabat Pembina kepegawaian yang baik akan mudah untuk memberikan tunjangan kinerja, tetapi memang dibutuhkan persiapan secara bertahap.

Tahun I       :    Pelaksanaan Anjab dan ABK yang hasil akhirnya penetapan job discriptif, job spesifikasi dan KPI jabatan dengan Peraturan Bupati

Tahun II     :    Penempatan dan Distribusi Pegawai sekaligus dalam setahun ini dilakukan evaluasi untuk ketepatan penempatan dengan pekerjaan pegawai sehari hari. Dalam tahun ini juga dapat dilakukan pengadaan sistem penilaian kinerja berdasarkan Anjab pada tahun yang lalu.

Tahun III    :    Dilakukan uji coba sistem untuk dilaksanakan oleh para pegawai, sekaligus tahun ini dilakukan perhitungan anggaran dan evaluasi jabatan, sehingga pada tahun ini diperoleh nilai rupiah per skor jabatan sebagai dasar pemberian tunjangan kinerja. Tahun ini juga digunakan untuk mengevaluasi sistem.

Tahun IV    :    pemberian tunjangan kinerja berbasis aplikasi sistem sudah dapat dijalankan.

10.    Evaluasi Pemberian Tunjangan Kinerja

Setiap kegiatan perlu terus dilakukan evaluasi sehingga dapat dilakukan pembenahan yang diperlukan, dengan demikian tidak terjadi stagnasi program pemberian tunjangan kinerja.


Berdasarkan langkah-langkah di atas, maka tergambar dengan jelas betapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memberikan tunjangan kinerja kepada pegawai. Namun disisi lain dalam proses tersebut dilakukan penataan terhadap manajemen kepegawaian yang luar biasa dan akan berdampak kepada seluruh system manajemen kepegawaian di daerah.

Komentar

  1. Terima kasih mampir ke blogku, semoga bermanfaat, meski memang masih jauh dari sempurna analisisnya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMBERONTAKAN KAUM KHAWARIJ

PENGABDIAN YANG TULUS

FATAMORGANA KEHIDUPAN